Sebagai orang yang punya masalah mental dan selesai pada umur 26 tahun (masih ada sih sekarang juga, tapi sudah minim), saya mau berbagai pengalaman yang mengantarkan saya masuk ke dunia kerja.
Saya diterima kerja pada 7 Desember 2016, sebagai seorang media social specialist di salah satu agensi di Jakarta.
Modal saya hanya dua yaitu senang menulis dan bisa fotografi. Dalam bidang ini saya bukan ahli sebenarnya, tapi karena dua skill ini sudah lama saya asah, yah lumayan menjadi modal untuk masuk ke dunia anak ahensi digital ini.
Saya bekerja di sini selama dua tahun dan enam bulan. Alhamdulillah dipercaya untuk menangani akun-akun dari brand besar. Ya tapi masih ada salahnya juga sih kayak saltik dan sebagainya. Mon maap nih kalau mantan bos ada yang baca hahaha.
Nah keuntungan kerja di agensi itu sebenarnya kita dihadapkan dengan berbagai Industri dan objektif brand terkait untuk kebutuhan mereka.
Jadi kalau ngomong masalah insight atau wawasan, anak agensi itu luas wawasannya, karena terbiasa menangani klien dari berbagai macam industri. Saya sendiri paling lama menangani klien dari industri otomotif, musik, dan korporasi CSR.
Maaf tidak bisa disebutin satu per satu, udah ada perjanjian kerahasiaan, kecuali kalau mau lihat portofolio saya yah, hehe.
Bicara soal kebutuhan fotografi saat ini

Kalau bicara tentang kebutuhan konten visual, saat ini sebenarnya semakin banyak kebutuhannya di berbagai industri di tanah air. Sekarang volume untuk bikin desain, foto, dan video itu meningkat jauh dibandingkan era pra digital.
Sebabnya kebutuhan untuk membangun pengikut merek di media sosial, blog, dan macam-macam lainnya sudah meningkat.
Di industri fotografi sendiri salah satu jenis order yang sering didapatkan untuk fotografer adalah foto produk. Namun semenjak penggunaan di media sosial meningkat drastis, apalagi di tahun-tahun ini dianggap sebagai kewajiban untuk sebuah merek atau bisnis memiliki laman media sosial, maka order yang didapatkan bergeser ke fotografi untuk konten media sosial.
Tentu ada pasar yang konsisten untuk fotografi seperti foto pernikahan dan pra pernikahan (wedding & pre wedding). Namun pasar ini lumayan kompetitif dengan berbagai fotografer baru yang meningkat jumlahnya tiap tahun.
Namun kamu tak harus khawatir selama kualitas foto dan pekerjaanmu memang bagus.
Kembali lagi ke media sosial, sekarang ini tumbuh banyak banget bisnis kecil dan menengah yang membutuhkan foto untuk mengisi konten media sosial, akan tergantung kecerdikanmu untuk menyuguhkan tawaran bisnis yang menarik untuk banyak bisnis baru ini.
Salah satu alasan saya diterima di agensi ini karena ya paham fotografi, modal saya hanya belajar lewat klub fotografi kampus dan ngulik sendiri. Meskipun di akhir tahun 2018 saya mengambil kelas dasar fotografi di Antara School of Journalism.
Saya memiliki skill untuk menilai kebutuhan foto klien karena beberapa kali jadi asisten dan (dipaksa) menjadi kurator pameran fotografi. Padahal ya kemampuan fotografi saya ini masih biasa saja sebenarnya.
Ada pergeseran pasar fotografi saat ini

Di suatu sore saya, samot, dan Bang Darius Manihuruk mengobrol tentang dunia fotografi saat ini. Dia adalah seorang fotografer komersil yang sudah malang melintang di majalah dan industri periklanan.
Bang Darius sendiri mengatakan memang ada masanya dulu ketika dia tidak mendapat order sebanyak dulu.
Saya menduga ini terjadi karena distrupsi dari harga kamera low end seri pemula yang murah, naiknya penggunaan media sosial, serta persepsi masyarakat yang melihat fotografi itu sudah murah, dugaan saya karena Instagram.
Tips untuk bikin konten Instagram bisa kamu baca di sini.
Namun sepertinya pasar komersial untuk foto produk masih ada, lebih banyak dari dulu sebetulnya, tapi dalam bentuk yang berbeda. Biasanya kampanye iklan dibagi-bagi dalam beberapa pembagian waktu.
Hanya pasar untuk iklan berupa foto, persaingannya udah ketat. Selain ada sesama fotografer, microstock seperti Shutterstock juga membuat persediaan gambar makin melimpah ruah. Ruang fotografer untuk memasarkan jasanya semakin menyempit.
Jadi untuk kebutuhan iklan di media sosial, kalau targetnya bukan pemirsa lokal, pasti mereka tidak akan membuat sesi pemotretan. Tapi kesempatan bisnis fotografi masih subur, karena banyak banget produk lokal yang tumbuh dan berkembang di berbagai kota di Indonesia.
Media iklan berubah

Lihat saja iklan TV atau biasa disebut TVC (TV Commercials), seberapa banyak iklan yang kamu lihat ketika sinetron atau acara talk show berlangsung, tak sebanyak dulu. Kamu bisa lihat infonya di sini.
Malah iklannya ada di dalam adegan sinetron atau secara tak estetik ditaruh begitu saja, sehingga jadi aneh dan mengganggu.
Kemudian mari lihat penempatan iklan cetak, di koran sendiri sudah berkurang jauh, meskipun billboard mengalami kenaikan, karena para pemasar sudah menggunakan steategi iklan omnichannel (menggunakan media online dan offline secara bersamaan).
Namun buat beberapa klien melihat anggaran pemotretan yang melebihi 30 juta sudah tidak masuk akal saat ini.
Tapi jangan takut, karena budget iklan tiap tahun naik kok, otomatis budget bikin konten juga ikut naik.
Kebutuhan untuk foto bagus jauh lebih banyak saat ini

Pekerjaan sebagai seorang social media specialist menunjukkan kalau foto bagus secara estetik itu disukai di media sosial.
Meskipun kalau menyangkut humor, konten komedi yang menghibur ya konten estetik bukan patokan.
Membangun brand lewat konten foto apalagi jika bisnis itu apparel atau sesuatu yang dikenakan butuh fotografi yang mumpuni, yang bisa membuat produk itu terlihat keren.
Buat bisnis yang tidak memiliki budget banyak biasanya mereka akan memotretnya sendiri, kadang dengan kamera hp.
Hari ini dalam fotografi memang ada pergeseran pasar, dulu pemotretan katalog baju bisa dihargai sampai 60 juta, sekarang saya jarang denger yang segitu, kalau kawan pemotret tahu, silakan jawab di kolom komentar ya, mungkin saya bisa ikutan hohoho.
Nah yang kedua untuk industri pariwisata atau agen perjalanan kebutuhan foto juga meningkat, karena industri ini sedang banyak tumbuh juga.
Jadi kesempatan untuk berkarir di dunia fotografi sekarang lebih banyak sebenarnya.
Terus kalau prospek dunia kerja karena fotografi cerah begini, apa tantangannya?
Portofolio fotografi jadi nilai tambah untukmu

Selain penggunaan media sosial yang tinggi, banyak perusahaan yang ingin pegawai dari generasi Millenial dan Gen Z untuk mengerti media sosial, ya walaupun perusahaan tadi tidak terlalu banyak menggunakan media sosialnya untuk promosinya.
Ketika kamu mempelajari fotografi secara serius, maka kamu akan lebih paham tentang bahasa visual yang digunakan sebagai materi iklan dan konten untuk perusahaan.
Sebuah perusahaan tentu ingin mendapatkan pengikut di media sosial yang lumayan banyak, tapi ketika kamu main posting saja apakah itu akan sesuai dengan nilai-nilai perusahaan itu? Dengan mempelajari fotografi kamu akan tahu bahasa visual efektif yang digunakan seperti apa.
Ini jadi salah satu alasan kenapa kamu harus mempelajari fotografi, karena fotografi akan selalu jadi tambahan portofoliomu.
Jadi fotografer dadakan

Dari klien-klien yang sudah saya tangani, banyak dari mereka yang memiliki berbagai macam acara. Jadi karena tidak ada budget untuk memotret fotografer terkadang saya jadi fotografer di event juga.
Lumayan loh, saya bisa masuk ke Javajazz hingga ke GIIAS, meskipun pas sudah diangkat jadi senior malah jarang keluar kantor hahaha.
Apapun pekerjaanmu, fotografi selalu dibutuhkan oleh berbagai macam perusahaan saat ini.
Jadi tidak perlu takut untuk belajar fotografi karena ada banyak manfaat yang bisa kamu ambil, terutama di era digital ini.
Integritas, ini paling penting
Lalu satu-satunya hal yang bisa bikin karirmu sukses menanjak, bikin bisnis laris, dan bikin kamu dihargai adalah integritas. Jadi apapun profesimu, tegakan terus integritas ya, kawan.
Nah sekarang apakah kamu mau belajar fotografi?
Coba share pikiranmu di kolom komentar, hey #kawanpemotret
6 Comments
Nurul Sufitri
Juli 29, 2019 at 11:59 amHalo, Mas Zaki apa kabar? Wah, keren lah masuk ke dunia kerja andalannya tuh fotografi. Iya sih duluuuuu banyak orderan ya soalnya masih belum seramai zaman now social media dan kamera2 pemula maupun canggih yang digunakan masyaraat. Setelah muncul IG dll makin bermunculan foto2 amatir yang lama2 jd bagus. Aku aja masih belajar nih pakai Nikon D5500 belajarnya beginner mulu hahahaha 🙂 Asik dong kalau diajarin 🙂
kojacky
Juli 29, 2019 at 4:39 pmHalo mbak Nurul, iya siap mbak. Emanh rencananya bulan Agustus nih akan mulai bikin artikel lengkapnya, dari foto editing sampe, dasar fotografi.
Nantikan ya mbak, makasih udah mampir ya
adi pradana
Agustus 1, 2019 at 10:32 amajarin fotografi dong kak. musti subscribe nih buat belajar, ditunggu ya kak artikel lengkapnya
kojacky
Agustus 1, 2019 at 10:35 pmEh, mas Adi hahaha, siap sih. Kalau mau ngobrol via FB aja mas sekalian baca juga artikel di sini hehehe. Makasih udah mampir mas
Nadia K. Putri
Agustus 22, 2019 at 3:48 pmWah, tulisan ini semacam refleksi segar buat saya yang sedang bergairahnya mendalami fotografi. Kebetulan saya juga sedang “jual diri” nih mas hehe. Namun sepertinya, situs-situs mikrostok dan media sosial sudah seperti menjadi situs portofolio yang luas dan gampang diakses dibanding Behance dan Niice.co. Keren banget tulisannya, lanjutkan!
kojacky
Agustus 26, 2019 at 8:57 amHalo mbak Nadia dari linkedin, makasih udah mampir ya mbak